Wednesday, September 25, 2013

Mengapa Disebut Literatur Kelabu?

Baru saja, saat saya mengikuti kuliah Manajemen Koleksi, muncul sebuah frasa baru yang menarik bagi saya. Meskipun frasa ini bukan merupakan hal yang asing di dunia perpustakaan dan informasi, namun jujur ini baru pertama kalinya saya mendengarnya. Frasa itu adalah "literatur kelabu". Mungkin bagi anda yang sudah awam dengan dunia informasi sudah mengetahui apa arti istilah diatas. Ya, setelah perkuliahan sore ini berakhir, saya segera pulang ke rumah kontrakan saya dan menyalakan laptop, mencari arti istilah literatur kelabu ini, atau yang dalam bahasa inggris disebut "grey literature". Namun sebenarnya yang membuat saya lebih tertarik bukanlah makna dari literatur kelabu, melainkan adalah, kenapa disebut literatur kelabu?
Pertama-tama, saya akan menjelaskan terlebih dahulu apa itu literatur kelabu. Ada beberapa definisi literatur kelabu, namun intinya semua bermakna sama. Menurut Perpustakaan Nasional Republik Indonesia atau PNRI, yang dimaksud dengan literatur kelabu adalah karya ilmiah yang dihasilkan  oleh lembaga pendidikan. Di bawah lembaga pendidikan ada  Jurusan/departemen/laboratorium dst. Di jurusan ada komponen staf pengajar/dosen dan mahasiswa. Dua komponen ini yang menghasilkan karya ilmiah baik berupa thesis, disertasi dan laporan penelitian. Sementara itu, kegiatan seminar juga dapat menghasilkan literatur kelabu dalam bentuk prosidings  atau dipublikasikan lewat majalah ilmiah. Sehingga literatur tersebut  tersebar pada panitia penyelenggara dan masing-masing peserta.
Kemudian, Puji Hastuti dalam blog-nya menyampaikan bahwa literatur kelabu meliputi semua karya ilmiah dan non ilmiah yang dihasilkan oleh suatu perguruan tinggi atau lembaga induk lainnya dari perpustakaan yang bersangkutan. Yang termasuk literatur kelabu antara lain : Skripsi, tesis, disertasi; Makalah seminar, simposium, konferensi,dan sebagainya; Laporan penelitian dan laporan kegiatan lainnya; Publikasi internal, termasuk majalah, buletin, dan sebagainya.
Dengan semua penjelasan itu, saya rasa anda sudah cukup mengetahui gambaran tentang literatur kelabu. Nah, sekarang, penjelasan utamanya, mengapa disebut literatur kelabu? Dengan bermodalkan modem dan sebiji netbook, saya berusaha mencari artikel yang membahas mengenai penamaan literatur kelabu ini. Tapi kemana-mana saya mencari, ternyata tidak ada. Akhirnya dengan cukup desperate saya mencoba mencari ke situs-situs berbahasa inggris. Alhamdulillah, di situs Universitas Australia Barat, saya menemukan sepotong paragraf yang menjelaskan mengapa disebut literatur kelabu atau grey literature. Menurut apa yang tertulis dalam situs tersebut, disebut literatur kelabu karena literatur ini tidak diterbitkan secara formal pada sumber-sumber informasi seperti buku dan jurnal. Berhubung saya masih belum paham secara pasti, saya mencoba mencari definisi tunggal dari "kelabu" dan penggunaan kata "kelabu" untuk istilah lain yang sekiranya membantu. Setelah berkunjung kepada kakek Wikipedia, saya menemukan sesuatu yang menurut saya memiliki hubungan yang cukup erat dengan masalah literatur kelabu ini. Berikut saya kutip langsung dari Wikipedia :
"The substance that composes the brain is sometimes referred to as grey matter, or "the little grey cells", so the color grey is associated with things intellectual."
artinya "substansi yang membentuk otak seringkali disebut sebagai "materi kelabu" atau "sel kecil kelabu", jadi warna kelabu sering dihubungkan dengan hal-hal yang intelektual."
Jadi apabila penamaan literatur kelabu kita kaitkan dengan pernyataan dari Wikipedia ini, bisa disimpulkan bahwa literatur kelabu, yang notabene berkaitan dengan karya tertulis hasil penelitian, merupakan literatur yang berisi konten-konten intelek. Sebagian besar literatur yang termasuk dalam kategori literatur kelabu ini merupakan sumber informasi primer, sehingga dapat dipastikan literatur kelabu ini memuat informasi berkualitas tinggi. Karenanya tidak berlebihan apabila kita menyebut konten literatur kelabu dengan sebutan konten yang intelek.
Plus, mungkin agak sedikit sulit dipahami, tapi ini hanya opini saya saja, kata "kelabu" yang dalam bahasa inggris berarti "grey" ini merupakan warna yang tercipta dari percampuran antara warna hitam dan putih. Bisa disimpulkan bahwa apabila warna hitam dan putih terletak di dua titik yang berbeda, warna kelabu berada diantara keduanya. Begitupun literatur kelabu. Dalam pengertiannya, literatur kelabu ini tidak dipublikasikan secara formal, namun jelas bahwa keberadaan literatur kelabu ini dipandang sangat penting, dan diakui banyak pihak. Sementara itu ada pula literatur yang diterbitkan secara formal seperti buku. Ada pula literatur yang diterbitkan tidak secara formal, namun jelas keberadaannya walau masih dipandang sebagai opini dan hanya beberapa pihak yang mengakui keabsahannya. Ini bisa kita ibaratkan dua warna yang berlawanan tadi. Apabila literatur yang diterbitkan secara formal kita upamakan sebagai warna putih, dan literatur yang tidak diterbitkan secara formal dan belum diakui keabsahannya kita ibaratkan sebagai warna hitam, maka literatur kelabu berada diantara keduanya. Kenapa, karena literatur kelabu tidak diterbitkan secara formal sebagaimana literatur perumpamaan warna putih, namun diakui keabsahannya sebagaimana literatur yang diterbitkan secara formal, yang kita umpamakan sebagai warna hitam. Hasil kesimpulan saya ini bisa juga menjadi salah satu pendapat kenapa disebut sebagai literatur kelabu.
Kemudian, satu istilah lagi yang juga menarik minat saya, "perpustakaan kelabu". Dosen saya, yang bercerita bahwa beliau mendengar istilah ini dari salah seorang mahasiswanya, tidak tahu menahu mengenai istilah ini. Dia pun bertanya kepada seorang yang dulu pernah menjadi dosen pembimbing tesisnya, yang juga seorang guru besar di bidang ilmu perpustakaan, Sulistyo Basuki. Dan nyatanya, Pak Sulistyo bilang tidak ada istilah perpustakaan kelabu di dunia perpustakaan. Sedangkan mahasiswa dosen saya yang menanyakan istilah tersebut bersikeras bahwa istilah itu memang ada. Saya pun akhirnya jadi tertarik, dan memasukkan istilah itu dalam daftar yang akan saya masukkan di mesin pencarian intenet. Hasilnya? Nol besar. saya juga sudah mencari informasi berbahasa inggris, dan yang dapat saya temukan hanya "perpustakaan kelabu" yang memang namanya dari sana sudah menyertakan "kelabu". Jadi "kelabu" itu tidak masuk dalam kata perpustakaan melainkan memang sudah menjadi nama instansi yang bersangkutan. Walau begitu, setelah memastikan bahwa istilah perpustakaan kelabu memang tidak ada di dunia ilmu perpustakaan, saya masih penasaran, kok bisa mahasiswa tadi bersikeras bahwa istilah itu ada. Darimana dia dengar?
Kemudian, masih membahas mengenai istilah perpustakaan kelabu, saya menemukan informasi yang cukup miris di situs PNRI. Disana disebutkan, bahwa sampai saat ini literatur kelabu masih sulit untuk didapatkan baik oleh pustakawan, juga oleh pemakai kalangan sendiri atau pemakai dari luar. Sehingga pemerintah melalui kantor MENRISTEK merasa perlu untuk mengatur mengenai literatur kelabu. Yaitu dengan dikeluarkannya KEPMEN Nomor: /M/Kp/VII/2000 Tentang Penyampaian Literatur Kelabu (Grey Literatur) yang berkaitan dengan Ilmu pengetahuan dan Teknologi. Nah, dari sini saya berpikir, begitu susahnyakah mendapatkan literatur kelabu, sehingga harus dibuat peraturan tersendiri yang mengatur mengenai pengumpulan literatur kelabu? Setelah saya ingat-ingat, memang, jumlah literatur kelabu yang berada di perpustakaan-perpustakaan yang pernah saya kunjungi berbanding amat sangat jauh dengan koleksi terbitan formal seperti buku dan novel. Juga, dari KEPMEN yang telah terbit tersebut, salinan literatur kelabu hanya diwajibkan untuk dikirimkan ke Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi. Otomatis, literatur kelabu hanya dimiliki oleh lembaga/instansi yang menerbitkannya dan Kantor Menteri Negara Ristek. Ini sangat berbeda dengan koleksi terbitan formal yang tersebar luas dengan jumlah eksemplar yang sangat banyak untuk satu judul saja. Ini juga yang menjadi salah satu faktor utama minimnya jumlah literatur kelabu di setiap perpustakaan.
Meski begitu, untuk begitu saja mengkopi setiap literatur kelabu dan membaginya ke banyak perpustakaan juga dinilai kurang efisien. Karenanya, solusi yang dapat ditawarkan adalah dengan memaksimalkan publikasi literatur kelabu melalui dunia maya. Selain bisa diakses siapapun dan kapanpun, ini juga bisa menjadi langkah penghematan kertas. Juga, sistem temu balik informasi dapat diterapkan dengan lebih mudah dengan pemanfaatan media digital. Nah, istilah perpustakaan kelabu bisa dipakai untuk menyebut perpustakaan digital yang menyediakan literatur kelabu. Selain karena menyediakan literatur kelabu, perpustakaan ini juga berada di dunia maya, dunia yang tidak benar-benar nyata, atau masih samar-samar, sesuai dengan warna kelabu itu sendiri. Bagaimana? Hehhe.


Referensi :

http://en.wikipedia.org/wiki/Grey
http://guides.is.uwa.edu.au/content.php?pid=180393&sid=1517495
http://www.pnri.go.id/MajalahOnlineAdd.aspx?id=51
http://pujihastuti.blogspot.com/2012/02/ragam-koleksi-perpustakaan.html


1 comment: