Tuesday, February 25, 2014

ISBN, Asal-Usul dan Rahasia Dibalik Penomorannya

Holaaa, baru bisa update sebulan sekali nih, lagi malesan akunya, ehehhe. Eniwei, kali ini aku pengen ngebahas tentang ISBN secara mendalam. Seperti yang sudah kalian semua ketahui, buku yang terdaftar hak ciptanya dan beredar secara komersial mempunyai kode unik yang tertera di bagian belakang buku, tepatnya kanan bawah buku, yang mana kode tersebut juga disertai barkod. Buat pustakawan, siapa sih yang nggak tahu ISBN, ya nggak? Tapi pernahkan kalian berpikir, gimana sih asal-usul ISBN ini? Kok bisa ada format yang berlaku universal seperti ini, penggagasnya siapa?


Nah, ISBN, singkatan dari International Standard Book Number, atau Angka Buku Standar Internasional dalam Bahasa Indonesia, pertama kali digagas pada 1966 oleh pedagang buku di Inggris, bernama W. H. Smith. Awalnya, nomor-nomor yang digagasnya disebut SBN (Standard Book Number). Penciptanya adalah seorang Profesor di bidang Statistika di Universitas Trinity, Dublin, bernama Gordon Foster. Sistem penomoran ini digunakan hingga tahun 1974. Walau begitu, SBN telah dikembangkan pada kurun waktu itu oleh ISO (International Organization for Standardization) dan dipublikasikan sebagai sistem penomoran internasional pada 1970. Perbedaan SBN dan ISBN adalah, SBN merupakan rangkaian kode 9 digit yang digunakan di Inggris sebelum dan 4 tahun sesudah ISBN ditetapkan sebagai standar internasional, sedangkan ISBN terdiri dari 10 digit (awalnya). SBN bisa dikonvert menjadi ISBN dengan menambahkan angka “0” di belakang. ISO terus mengembangkan ISBN hingga mulai 2007, ISBN hadir dengan format baru, 13 digit. Perbedaan ISBN 10 digit dengan ISBN 13 digit adalah, pada ISBN 13 digit ada tambahan nomor “978” yang mana merupakan nomor standar untuk buku. Dalam kasus nomor “978” habis terpakai, nomor “979” akan digunakan. Nomor “979” sendiri saat ini sudah digunakan sebagai ISMN, International Standard Music Number, nomor standar untuk musik. Jadi nantinya nomor standar buku akan berbagi dengan nomor standar musik. Perbedaan yang lain yaitu, ISBN 10 digit dibagi dalam 4 bagian, sementara ISBN 13 digit dibagi menjadi 5 bagian. Setiap bagian dipisahkan oleh tanda strip (-). Oh ya, selain ISBN, ada juga ISSN, International Standard Serial Number, tapi itu akan kujelaskan nanti setelah ISBN.

Sekarang mengenai bagian dalam ISBN, seperti telah kusebutkan diatas, 10 digit ISBN terbagi menjadi 4 bagian, 13 digit menjadi 5 bagian. Satu bagian tambahan yang menjadi perbedaan adalah nomor “978” yang juga sudah kujelaskan tadi. Bagian lain tetap sama, yang terdiri dari nomor registrasi grup (bisa dari negara, wilayah tertentu, atau negara berbahasa sama), kemudian diikuti nomor penerbit, kemudian nomor judul, dan bagian terakhir adalah nomor identifikasi. Kurasa setiap bagian dapat dipahami dengan mudah, hanya mungkin untuk nomor identifikasi agak sulit dipahami untuk sebagian orang yang benci matematika, hehhe. Khusus untuk nomor identifikasi ini, memang didapatkan dari penerapan rumus aritmatika yang berfungsi untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan dalam penulisan ISBN. Bagaimana bisa? well, memang agak susah menjelaskan kalau tidak secara langsung, tapi akan tetap kujelaskan.

Perhitungan berikut ini adalah untuk mengecek ISBN 10 digit, yaitu ISBN yang terbit sebelum tahun 2007. Nah, untuk nomor identifikasi ini, range-nya antara 0-10. Khusus untuk nomor identifikasi “10”, penulisannya akan diganti menjadi “X”, sehingga ISBN tetap terdiri dari 10 digit. Pernah kan lihat ISBN yang berakhir dengan “X”? Nah, itu sebenarnya angka “10”, hanya karena “10” terdiri dari 2 digit, dan jika ditulis “10” begitu saja ISBN jadi terdiri dari 11 digit, maka “10” diganti dengan “X”. Nomor identifikasi ini ditetapkan sebegitu rupa sehingga jumlah semua nomor ISBN yang dikalikan dengan nomor urutnya di rangkaian nomor dapat dibagi dengan angka “11”. Bingung? Kuberi ilustrasi.

Contoh, ISBN 10 digit : 0-306-40615-2
S          = (0 x 10) + (3 x 9) + (0 x 8) + (6 x 7) + (4 x 6) + (0 x 5) + (6 x 4) + (1 x 3) + (5 x 2) + (2 x 1)
            = 0 + 27 + 0 + 42 + 24 + 0 + 24 + 3 + 10 + 2
            = 132 = 12 x 11
Jadi hasilnya, yaitu “132”, bisa dibagi “11”. Rumus formalnya bisa ditulis seperti ini :

(10x1 + 9x2 + 8x3 + 7x4 + 6x5 + 5x6 + 4x7 + 3x8 + 2x9 + x10)  mod 11 ≡ 0

Meski urutannya dibalik, hasilnya meski berbeda, akan tetap bisa dibagi “11”.

S          = (0 x 1) + (3 x 2) + (0 x 3) + (6 x 4) + (4 x 5) + (0 x 6) + (6 x 7) + (1 x 8) + (5 x 9) + (2 x 10)
            = 0 + 6 + 24 + 20 + 0 + 42 + 8 + 45 + 20
            = 165 = 15 x 11

Benar kan? Meski hasilnya berbeda, tetap saja bisa dibagi “11”.

Jadi gampangnya, nomor identifikasi (satu nomor terakhir) adalah nomor penyesuai, nomor yang menyesuaikan seluruh rangkaian ISBN. Ketika diterapkan rumus diatas tanpa nomor identifikasi, yang berarti 9 digit ISBN, tidak dapat dibagi 11, maka hasil tersebut akan ditambah sedemikian rupa sehingga dapat dibagi “11”. Nah, nomor penambah itulah yang akhirnya menjadi nomor identifikasi. Contoh? Lihat yang berikut ini :

S          = (0 x 10) + (3 x 9) + (0 x 8) + (6 x 7) + (4 x 6) + (0 x 5) + (6 x 4) + (1 x 3) + (5 x 2)
            = 0 + 27 + 0 + 42 + 24 + 0 + 24 + 3 + 10
            = 130

Agar bisa dibagi oleh “11”, 130 harus ditambah dengan angka “2” sehingga menjadi 132, yang mana 132 dapat dibagi dengan angka “11”.

Paham kan? Nah, lalu apa hubungannya semua rumus matematika ini dengan pengecekan penulisan ISBN? Mudah saja, terapkan rumus ini pada ISBN yang tertera di bagian belakang buku. Jika hasil akhirnya tidak bisa dibagi “11” meski nomor identifikasi sudah ikut dihitung, maka nomor ISBN tersebut salah tulis. Atau bisa juga nomor ISBN itu palsu. See? Piece of cake.

Kemudian, untuk pengecekan ISBN 13 digit, rumusnya berbeda lagi. Untuk ISBN 13 digit, nomor identifikasi tidak lagi antara 0-10, melainkan antara 0-9. Jadi di ISBN yang baru ini, tidak ada nomor identifikasi “X”. Cara mencarinya sama, nomor identifikasi adalah nomor penyesuai, yang berbeda adalah kali ini nomor identifikasi menyesuaikan agar hasil jumlah semua nomor ISBN yang diterapkan dalam rumus dapat dibagi “10”. Juga, rumus yang digunakan pun berbeda. Berikut ilustrasinya :

(x1 + 3x2 + x3 + 3x4 + x5 + 3x6 + x7 + 3x8 + x9 + 3x10 + x11 + 3x12 + x13)  mod ≡ 10

Contoh 13 digit ISBN 978-0-306-40615-?
Nomor identifikasi sengaja dikosongkan untuk memberikan ilustrasi bagaimana cara mencarinya.

S          = (9×1) + (7×3) + (8×1) + (0×3) + (3×1) + (0×3 + (6×1) + (4×3) + (0×1) + (6×3) + (1×1) + (5×3)
            = 9 +  21 +   8 +   0 +   3 +   0 +   6 +  12 +   0 +  18 +   1 +  15
            = 93
93 / 10 = 9 “menyisakan” 3
10 – 3 = 7

Jadi, nomor identifikasinya adalah “7”, dan ISBN lengkapnya adalah 978-0-306-40615-7.

That’s all about ISBN. Itu tentang ISBN. Kalau ada yang mau ditanyakan, bisa diposting saja di komen. ^^


Oh ya, aku juga akan jelasin sedikit tentang ISSN disini, sekalian ya. ISSN, atau International Standard Serial Number, digunakan sebagai sistem penomoran untuk terbitan berseri seperti majalah, koran, tabloid, dsb. ISSN ini pertama kali ditetapkan pada 1971 dan dikomersialkan pada 1975. ISSN terdiri dari 8 digit, meski dalam konversi ke barkod-nya menggunkan 13 digit EAN-13, sama dengan ISBN. Untuk detail lebih jauh mengenai ISSN, tunggu update-an lanjutannya ya. ^^

No comments:

Post a Comment