Holaaa, baru bisa update
sebulan sekali nih, lagi malesan akunya, ehehhe. Eniwei, kali ini aku pengen
ngebahas tentang ISBN secara mendalam. Seperti yang sudah kalian semua ketahui,
buku yang terdaftar hak ciptanya dan beredar secara komersial mempunyai kode
unik yang tertera di bagian belakang buku, tepatnya kanan bawah buku, yang mana
kode tersebut juga disertai barkod. Buat pustakawan, siapa sih yang nggak tahu
ISBN, ya nggak? Tapi pernahkan kalian berpikir, gimana sih asal-usul ISBN ini? Kok
bisa ada format yang berlaku universal seperti ini, penggagasnya siapa?
Nah, ISBN, singkatan dari
International Standard Book Number, atau Angka Buku Standar Internasional dalam
Bahasa Indonesia, pertama kali digagas pada 1966 oleh pedagang buku di Inggris,
bernama W. H. Smith. Awalnya, nomor-nomor yang digagasnya disebut SBN (Standard
Book Number). Penciptanya adalah seorang Profesor di bidang Statistika di
Universitas Trinity, Dublin, bernama Gordon Foster. Sistem penomoran ini
digunakan hingga tahun 1974. Walau begitu, SBN telah dikembangkan pada kurun
waktu itu oleh ISO (International Organization for Standardization) dan
dipublikasikan sebagai sistem penomoran internasional pada 1970. Perbedaan SBN
dan ISBN adalah, SBN merupakan rangkaian kode 9 digit yang digunakan di Inggris
sebelum dan 4 tahun sesudah ISBN ditetapkan sebagai standar internasional,
sedangkan ISBN terdiri dari 10 digit (awalnya). SBN bisa dikonvert menjadi ISBN
dengan menambahkan angka “0” di belakang. ISO terus mengembangkan ISBN hingga
mulai 2007, ISBN hadir dengan format baru, 13 digit. Perbedaan ISBN 10 digit
dengan ISBN 13 digit adalah, pada ISBN 13 digit ada tambahan nomor “978” yang
mana merupakan nomor standar untuk buku. Dalam kasus nomor “978” habis
terpakai, nomor “979” akan digunakan. Nomor “979” sendiri saat ini sudah
digunakan sebagai ISMN, International Standard Music Number, nomor standar
untuk musik. Jadi nantinya nomor standar buku akan berbagi dengan nomor standar
musik. Perbedaan yang lain yaitu, ISBN 10 digit dibagi dalam 4 bagian,
sementara ISBN 13 digit dibagi menjadi 5 bagian. Setiap bagian dipisahkan oleh
tanda strip (-). Oh ya, selain ISBN, ada juga ISSN, International Standard
Serial Number, tapi itu akan kujelaskan nanti setelah ISBN.
Sekarang mengenai bagian
dalam ISBN, seperti telah kusebutkan diatas, 10 digit ISBN terbagi menjadi 4
bagian, 13 digit menjadi 5 bagian. Satu bagian tambahan yang menjadi perbedaan
adalah nomor “978” yang juga sudah kujelaskan tadi. Bagian lain tetap sama,
yang terdiri dari nomor registrasi grup (bisa dari negara, wilayah tertentu,
atau negara berbahasa sama), kemudian diikuti nomor penerbit, kemudian nomor
judul, dan bagian terakhir adalah nomor identifikasi. Kurasa setiap bagian
dapat dipahami dengan mudah, hanya mungkin untuk nomor identifikasi agak sulit
dipahami untuk sebagian orang yang benci matematika, hehhe. Khusus untuk nomor
identifikasi ini, memang didapatkan dari penerapan rumus aritmatika yang
berfungsi untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan dalam penulisan ISBN. Bagaimana
bisa? well, memang agak susah menjelaskan kalau tidak secara langsung, tapi
akan tetap kujelaskan.
Perhitungan berikut ini
adalah untuk mengecek ISBN 10 digit, yaitu ISBN yang terbit sebelum tahun 2007.
Nah, untuk nomor identifikasi ini, range-nya antara 0-10. Khusus untuk nomor
identifikasi “10”, penulisannya akan diganti menjadi “X”, sehingga ISBN tetap
terdiri dari 10 digit. Pernah kan lihat ISBN yang berakhir dengan “X”? Nah, itu
sebenarnya angka “10”, hanya karena “10” terdiri dari 2 digit, dan jika ditulis
“10” begitu saja ISBN jadi terdiri dari 11 digit, maka “10” diganti dengan “X”.
Nomor identifikasi ini ditetapkan sebegitu rupa sehingga jumlah semua nomor
ISBN yang dikalikan dengan nomor urutnya di rangkaian nomor dapat dibagi dengan
angka “11”. Bingung? Kuberi ilustrasi.
Contoh, ISBN 10 digit : 0-306-40615-2
S = (0 x 10) + (3 x 9) + (0 x 8) + (6 x 7) + (4 x 6) + (0 x 5)
+ (6 x 4) + (1 x 3) + (5 x 2) + (2 x 1)
= 0 + 27 + 0 + 42 + 24 + 0 + 24 + 3 + 10 + 2
= 132 = 12 x 11
Jadi hasilnya, yaitu “132”,
bisa dibagi “11”. Rumus formalnya bisa ditulis seperti ini :
(10x1 + 9x2
+ 8x3 + 7x4 + 6x5 + 5x6 + 4x7
+ 3x8 + 2x9 + x10) mod 11 ≡ 0
Meski urutannya dibalik,
hasilnya meski berbeda, akan tetap bisa dibagi “11”.
S = (0 x 1) + (3 x 2) + (0 x 3) + (6 x 4) + (4 x 5) + (0 x 6)
+ (6 x 7) + (1 x 8) + (5 x 9) + (2 x 10)
= 0 + 6 + 24 + 20 + 0 + 42 + 8 + 45 + 20
= 165 = 15 x 11
Benar kan? Meski hasilnya
berbeda, tetap saja bisa dibagi “11”.
Jadi gampangnya, nomor
identifikasi (satu nomor terakhir) adalah nomor penyesuai, nomor yang
menyesuaikan seluruh rangkaian ISBN. Ketika diterapkan rumus diatas tanpa nomor
identifikasi, yang berarti 9 digit ISBN, tidak dapat dibagi 11, maka hasil
tersebut akan ditambah sedemikian rupa sehingga dapat dibagi “11”. Nah, nomor
penambah itulah yang akhirnya menjadi nomor identifikasi. Contoh? Lihat yang
berikut ini :
S = (0 x 10) + (3 x 9) + (0 x 8) + (6 x 7) + (4 x 6) + (0 x 5)
+ (6 x 4) + (1 x 3) + (5 x 2)
= 0 + 27 + 0 + 42 + 24 + 0 + 24 + 3 + 10
= 130
Agar bisa dibagi oleh “11”,
130 harus ditambah dengan angka “2” sehingga menjadi 132, yang mana 132 dapat
dibagi dengan angka “11”.
Paham kan? Nah, lalu apa
hubungannya semua rumus matematika ini dengan pengecekan penulisan ISBN? Mudah saja,
terapkan rumus ini pada ISBN yang tertera di bagian belakang buku. Jika hasil
akhirnya tidak bisa dibagi “11” meski nomor identifikasi sudah ikut dihitung,
maka nomor ISBN tersebut salah tulis. Atau bisa juga nomor ISBN itu palsu. See?
Piece of cake.
Kemudian, untuk
pengecekan ISBN 13 digit, rumusnya berbeda lagi. Untuk ISBN 13 digit, nomor
identifikasi tidak lagi antara 0-10, melainkan antara 0-9. Jadi di ISBN yang
baru ini, tidak ada nomor identifikasi “X”. Cara mencarinya sama, nomor
identifikasi adalah nomor penyesuai, yang berbeda adalah kali ini nomor
identifikasi menyesuaikan agar hasil jumlah semua nomor ISBN yang diterapkan
dalam rumus dapat dibagi “10”. Juga, rumus yang digunakan pun berbeda. Berikut ilustrasinya
:
(x1 + 3x2
+ x3 + 3x4 + x5 + 3x6 + x7
+ 3x8 + x9 + 3x10 + x11 + 3x12
+ x13) mod ≡ 10
Contoh 13 digit ISBN
978-0-306-40615-?
Nomor identifikasi
sengaja dikosongkan untuk memberikan ilustrasi bagaimana cara mencarinya.
S = (9×1) + (7×3) + (8×1) + (0×3) + (3×1) + (0×3 + (6×1) + (4×3)
+ (0×1) + (6×3) + (1×1) + (5×3)
= 9 + 21 + 8 +
0 + 3 + 0 +
6 + 12 + 0 +
18 + 1 + 15
= 93
93 / 10 = 9 “menyisakan” 3
10 – 3 = 7
Jadi, nomor
identifikasinya adalah “7”, dan ISBN lengkapnya adalah 978-0-306-40615-7.
That’s all about ISBN. Itu
tentang ISBN. Kalau ada yang mau ditanyakan, bisa diposting saja di komen. ^^
Oh ya, aku juga akan
jelasin sedikit tentang ISSN disini, sekalian ya. ISSN, atau International
Standard Serial Number, digunakan sebagai sistem penomoran untuk terbitan
berseri seperti majalah, koran, tabloid, dsb. ISSN ini pertama kali ditetapkan
pada 1971 dan dikomersialkan pada 1975. ISSN terdiri dari 8 digit, meski dalam
konversi ke barkod-nya menggunkan 13 digit EAN-13, sama dengan ISBN. Untuk detail
lebih jauh mengenai ISSN, tunggu update-an lanjutannya ya. ^^
No comments:
Post a Comment