Thursday, December 10, 2015

Library Wars - Manga Beken Tentang Perpustakaan

Such a looong time eh, udah hampir dua tahun vakum nulis blog, sekarang jadi pengen update, hehhe. Update pertama setelah vakum begitu lama, aku milih topik serialisasi scifi tentang perpustakaan, yang dikemas dalam bentuk, nggak tanggung-tanggung, MANGA dan ANIME! dan hebatnya lagi, ternyata serial ini udah dibikin live action nya! Part pertama dari live actionnya rilis akhir 2012 lalu, dan part dua-nya malah baru rilis Oktober 2015 kemarin. Sebagai pecinta manga + anime serta anak Ilmu Perpus, aku merasa kecolongan dengan adanya anime tahun 2007-an ini dan baru tahu sekarang. OH MY GOD.
Yah, jokes aside, aku mulai perkenalan singkat dari ini serial. Berjudul "Library Wars", serial ini berawal dari tetralogi light novels, atau novel ringan, yang ternyata cukup terkenal di negeri asalnya Jepang sana. Keempat novel serial ini diterbitkan antara Februari 2006 sampai November 2007, yang kemudian seorang mangaka dengan nama Kiiro Yumi muncul dan mengadaptasi ceritanya ke dalam bentuk manga. Dari keterangannya yang kubaca di volume pertama manga Library Wars ini, ternyata manga ini merupakan manga pertama si Yumi. Jadi agak melenceng sih penjelasanku, tapi ya nggak apa-apa lah, karena gegara doi juga ini serial jadi punya live actionnya dan cukup terkenal buat masuk ke jajaran film di channel Celestial Movie tivi kabel. HA! Kesimpulannya, ini serial lengkap banget. Dari light novel, manga, anime, live action, semua ADA! Tinggal keluarin aja kemampuan kalian mengeksekusi fasilitas dari Google dan voila! kalian bisa menikmati serial ini dengan gratis.

Yak, back on track, serial ini berawal dari diberlakukannya Undang-Undang Perbaikan Media (Media Betterment Act/MBA - sebagaimana yang disebutkan dalam terjemahan resmi serial ini) oleh Pemerintah Jepang pada tahun 1989. Undang-undang ini memperbolehkan penyensoran terhadap media yang dianggap berbahaya bagi masyarakat Jepang dengan mengerahkan agen khusus dari Komite Perbaikan Media (Media Betterment Committee/MBC). Meski disebut agen, jumlah mereka sangat banyak sehingga lebih cocok bila disebut pasukan (ngahahaha). Mereka ini bertugas untuk menangkap individu atau organisasi yang melanggar UU Perbaikan Media/MBA tadi, dan membakar media (buku, majalah, koran, dsb) yang menjadi masalah. Namun begitu, ada pemerintah-pemerintah daerah yang ternyata tidak setuju dengan diberlakukannya MBA itu, sehingga mereka membentuk pasukan anti-MBA yang bertugas untuk melindungi upaya penghancuran media oleh MBC. Tapi, mereka tidak serta merta bisa begitu saja menghalangi setiap upaya MBC dalam melakukan penyensoran (penyitaan media & penghancuran). Pasukan anti-MBA ini bergerak dibawah Undang-Undang Kebebasan Perpustakaan (Freedom of Libraries Law), jadi pergerakan mereka dibatasi undang-undang.
Nah, yang menarik disini adalah konten dari UU Kebebasan Perpustakaan ini berikut eksekusinya di lapangan. UU ini dibikin oleh si pengarang berdasarkan Pernyataan Kebebasan Cendekia di Perpustakaan (Statement on Intellectual Freedom in Libraries) yang benar-benar ada di dunia nyata dan diterapkan oleh Pemerintah Jepang pada 1954 silam. Si penulis novel, Hiro Arikawa, memodifikasinya sehingga sesuai dengan plot yang dia siapkan di serialnya. Aku jelasin aja dulu kontennya sesuai dengan yang kubaca di manga:

1. Libraries have the freedom to acquire their collection (Perpustakaan memiliki kebebasan untuk memperoleh koleksi mereka)

ayat pertama ini memberi kebebasan pada perpustakaan untuk memiliki jenis koleksi apapun yang masuk dalam daftar sensor oleh MBC. Di serialnya, bisa dibilang ini ayat yang paling penting dalam plot. Yah, ini pendapat pribadiku sih, tapi itu kesan yang kudapat meski belum nyelesaiin baca manganya gegara grup scanlationnya belum kelar nerjemahin. Jadi di serialnya, penulis (dan mangaka) menggambarkan eksekusi ayat ini di lapangan dengan kewenangan petugas Tim Perpustakaan (Library Team) untuk mengintervensi aksi dari MBC ketika mereka melakukan penyitaan media. Ketika suatu media dinyatakan dilarang menurut MBA, MBC akan turun ke lapangan dan menyita semua eksemplar media tersebut yang ada di lapangan. Namun dengan ayat ini, petugas Tim Perpustakaan dapat menghentikan aksi MBC dengan turun ke lapangan dan mengambil alih hak kepemilikan media tersebut. Mengambil alih gimana? Mengambil alih dengan memindahkan media tersebut ke perpustakaan tentunya. Namun tidak serta merta mereka dapat mengambil setiap media yang dilarang juga. Mereka hanya dapat mengambil dengan cara membeli, yang kemudian terbukti menjadi salah satu titik lemah mereka karena mereka tidak selalu punya dana yang memadai. Media yang tidak mampu mereka beli? Mereka harus merelakannya disita oleh MBC. Dan media yang mereka beli kemudian akan diolah di perpustakaan sehingga perpustakaan menjadi lembaga superpower yang bahkan memiliki koleksi terlarang. HOW AWESOME IS THAT?

2. Libraries have the freedom to circulate materials in their collections (Perpustakaan memiliki kebebasan untuk meminjamkan koleksi mereka)

Ini adalah kelanjutan dari ayat pertama, yang menjelaskan tentang the-so-called layanan sirkulasi di perpustakaan. Dengan adanya ayat ini, perpustakaan bisa meminjamkan koleksi terlarang yang bahkan sudah masuk daftar sensor MBA karena praktisnya, hanya perpustakaan yang punya. Ini akan membuat lonjakan pengunjung yang besar, dan kemudian bikin perpustakaan jadi beken. Itu mimpi setiap pustakawan (heh ^^).

3. Libraries guarantee the privacy of their patrons (Perpustakaan menjamin privasi pemustaka)

Nah kalo yang ini kayaknya semua perpustakaan di dunia nyata pun menerapkannya. Data pemustaka yang ada dalam database perpustakaan adalah rahasia, dan tidak sembarang orang bisa mengaksesnya. Ini termasuk juga buku-buku yang dipinjam dan record kunjungan mereka.

4. Libraries oppose any type of cencorship (Perpustakaan melawan segala bentuk penyensoran)

Yak, yang paling umum dari semua ayat di UU ini. Ini sebabnya perpustakaan punya hak khusus menyimpan dan mendistribusikan koleksi-koleksi terlarang, eh?

5. When libraries are imperiled, librarians will join together to secure their freedom (Ketika perpustakaan terancam, pustakawan akan bersama-sama melindungi kebebasan mereka)

Ini yang bikin plotnya menarik banget. Kalo aku bilang ayat pertama tadi yang paling penting, ayat kelima ini adalah yang paling bikin genre scifi di serial ini "hidup". Jadi, ada kalanya MBC akan datang ke perpustakaan untuk mencuri dan menghancurkan koleksi-koleksi terlarang yang ada di sana. Saat itulah ayat kelima ini berlaku. Tim Perpustakaan memiliki hak untuk melindungi koleksi-koleksi tersebut. NAH, hebatnya, ayat kelima ini juga mengindikasikan "penggunaan segala cara" selama itu masih dalam batasan "melindungi koleksi perpustakaan". Jadi? Ya, kekerasan diperbolehkan. Dan nggak cuman kekerasan biasa, tapi udah level pake senjata api juga. Makanya aku bilang tadi ayat ini yang bikin serial ini "hidup", karena dalam serial ini, kita bisa lihat banyak aksi-aksi heroik bak film action yang menunjukkan upaya-upaya pustakawan dalam menghalau serangan-serangan MBC. Ibarat perang, mereka menggunakan palang-palang besi dan juga karung-karung pasir untuk membuat barikade di sekitar perpustakaan sehingga pasukan MBC tidak dapat masuk. Di atap-atap perpustakaan juga akan di-deploy sniper buat membidik pasukan MBC yang nakal mau nyobek-nyobek buku. Namun sayangnya, sejauh yang aku paham, tindakan menghalau dan melindungi dari Tim Perpustakaan ini tidak termasuk "membunuh", jadi mereka hanya diperbolehkan melukai anggota badan non-vital seperti tangan-kaki sehingga pasukan MBC tidak mati. Ini juga bakal jadi titik lemah lain buat Tim Perpustakaan nantinya.

Well, itu lima ayat dari UU Kebebasan Perpustakaan. Meski cuman lima, ayat-ayat ini lah yang jadi base dari plot serial ini. Dan lima ayat ini jugalah yang membuat perpustakaan memiliki kuasa begitu hebat dalam memanage koleksi mereka. WOW.
Eniwei, itu sedikit tentang serial Library Wars ini. Kalau kalian pengen tahu lebih jauh, sumanggah baca manga, ato tonton anime nya, ato tonton live actionnya sekalian. Mau baca light novel nya pun no problemo. Yang penting sekarang, sebelum aku akhiri perjumpaan kita kali ini, kita ambil hikmahnya dulu. Ya, hikmahnya, bagai anak SD yang abis diceritain Kancil Mencuri Timun dan di-brainwash buat bilang bahwa kancil itu jahat karena mencuri timun. Padahal yang jahat sebenarnya petaninya, udah tau si kancil laper kok nggak dikasih timun? Kan kancil jadi makin laper. Dan harusnya itu petani bersyukur, yang jadi tokoh cerita di cerpen itu adalah kancil. Coba tokoh kancil diganti harimau, jadi apa coba judulnya? Harimau Mencuri Istri Petani? Nah kan ngaco.
Oke, yang aku bisa bilang disini soal aftermath artikel singkat ini adalah, bahwa perpustakaan disini bisa menempatkan diri menjadi lembaga yang powerful, amajing, meski nggak invincible. Fakta bahwa mereka adalah satu-satunya lembaga yang memiliki koleksi-koleksi terlarang menjadi bukti kehebatan perpustakaan (di serial ini tentunya). Meski, ya, perpustakaan bisa sampai pada level ini karena konflik yang terjadi di dunia pararel serial Library Wars. Karena berlakunya MCA, muncul UU Kebebasan Perpustakaan. Karena adanya MBC yang "sewenang-wenang" (cuih), muncul Tim Perpustakaan yang bahkan sampe ada latihan militer buat melindungi perpustakaan. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya perpustakaan memiliki potensi untuk menjadi lembaga yang kuat. Scifi aside, perpustakaan di dunia nyata pun bisa melakukan hal yang sama. Oke, bukan sama dalam hal melatih pustakawan lari 10 km tiap hari untuk melindungi perpustakaan, bukan itu, tapi bagaimana memanfaatkan potensi perpustakaan untuk menghadapi derasnya laju teknologi yang semakin lama menelan eksistensi dari perpustakaan itu sendiri. Padahal apabila kita mau maju satu langkah, perpustakaan dan teknologi itu merge-able banget, bisa dipadukan. Hanya kemudian bergantung pada kreatifitas pustakawan itu sendiri.  Percaya ato nggak, baru kemarin aku baca berita tentang penutupan 16 perpustakaan umum di Skotlandia. Salah satu alasan utamanya adalah karena masalah keuangan. Masalah lain adalah karena anggota dewan disana percaya bahwa pemanfaatan perpustakaan oleh masyarakat disana telah berubah. Berubah yang bagaimana aku tidak tahu secara detail, namun pada artikel berita itu juga aku baca tentang persetujuan hampir separuh masyarakat lewat kuesioner terkait penutupan ke-enambelas perpustakaan tersebut. Ini memang belum terjadi di Indonesia, oh ya ini belum terjadi, but soon, segera, teror ini bisa sampai tanpa kita sadari. Dan kalau kita tidak beranjak dari kursi nyaman kita dibalik meja sirkulasi, kalau kita sudah puas hanya dengan mencatat record peminjaman koleksi, kalau kita terbuai dengan angan semu bahwa masyarakat masih dan akan terus membutuhkan jasa perpustakaan, maka itu, teman-temanku, adalah tanda-tanda kiamat perpustakaan sudah dekat. Dunia berubah, perpustakaan juga harus ikut berbenah. Know it, swallow it, take part in it, change it. Itu tugas kita sebagai pustakawan. Konflik sebagai trigger sudah di depan mata apabila kita mau melihat dengan jeli, potensi perpustakaan akan selalu ada menunggu kita untuk meraihnya, dan menjadi tugas kita untuk terus menjalankan fungsi perpustakaan sembari bahu-membahu berevolusi untuk kemajuan lembaga yang kita sayangi ini.

2 comments:

  1. Assalamualaikum, sebelumnya perkenalkan saya Miftakhul Jannah Fajriyah mahasiswi dari jurusan Ilmu Informasi dan Perpustakaan Universitas Airlangga saat ini sedang melakukan penelitian terkait library movie. Terima kasih untuk sinopsis yang sudah ditulis melalui blog ini, karena ini sangat membantu saya dalam pencarian data. Namun, ada beberapa informasi yang saya butuhkan, untuk itu jika berkenan apakah saya dapat menghubungi anda secara pribadi? Atas kesediaan dan perhatiannya, saya ucapkan terimakasih :)
    Wassalam,
    Mifta

    ReplyDelete
  2. Halo, cuma mau mengucapkan terima kasih karena berkat blog ini saya jadi nemu anime tentang Perpustakaan yang selama ini saya cari, dan rencana mau saya gunakan juga untuk penelitian nya, terima kasih sekali lagi 🙏

    ReplyDelete